Bahaya Kesehatan Kerja pada Konstruksi dan Strategi Pengelolaan
Pekerjaan konstruksi bersifat dinamis, beragam, dan terus berubah. Hal ini menimbulkan tantangan besar dalam melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja konstruksi. Mereka berisiko terpajan berbagai jenis bahaya kesehatan yang dapat mengakibatkan cidera, penyakit, kecacatan, atau bahkan kematian.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kesehatan pekerja konstruksi meliputi komponen-komponen berikut ini:
• lingkungan dan kondisi lokasi kerja yang terus berubah;
• banyak kontraktor dan subkontraktor;
• pergantian pekerja (turn-over) yang tinggi dan / atau pekerja tidak terampil;
• hubungan kerja yang terus-menerus berubah dengan kelompok kerja lain;
• keragaman aktivitas kerja yang terjadi secara bersamaan; dan
• pajanan bahaya kesehatan, baik dari pekerjaan mereka sendiri maupun dari aktivitas di sekitarnya.
BAHAYA KESEHATAN KERJA PADA KONSTRUKSI
Secara umum, bahaya kesehatan kerja yang perlu diantisipasi adalah sebagai berikut.
a) Bahaya Fisika
Iklim kerja atau heat stress; karena terpapar sinar matahari, kerja fisik, penggunaan APD, dan panas dari peralatan/mesin.
Kebisingan; dari mesin dan lingkungan sekitar proyek (misalnya lalu lintas kendaraan).
Getaran; baik getaran lengan dan tangan karena penggunaan hand tools (seperti drilling, grinding, chipping) maupun getaran seluruh tubuh karena pengoperasian kendaraan berat (seperti truk, excavator, crane).
Radiasi pengion; misal pada kegiatan non-destructive testing (NDT).
Pencahayaan; terutama untuk pencahayaan pada malam hari.
b) Bahaya Kimia
Debu silika; yang bisa berasal dari semen, batubata, pasir blasting.
Uap isocyanates; terutama dari aplikasi cat dengan metode spraying.
Serat asbes; dari bahan insulasi panas, partisi, proteksi kebakaran, gasket. Bahan yang mengandung asbes harus dihindari karena asbes sudah dikategorikan sebagan bahan A1 atau bahan yang terkonfirmasi dapat menyebabkan kanker pada manusia.
Uap logam berat; karena kegiatan pengelasan.
Uap organik; yang berasal dari cat, pelarut, lem perekat, bahan bakar minyak.
c) Bahaya Biologi
SARS-CoV-2; yang menyebabkan penyakit COVID-19.
Mikroorganisme dari makanan dan air minum yang tidak dikelola dengan baik.
Hewan vektor penyakit seperti nyamuk, lalat, tikus, dll.
Hewan-hewan liar yang berbahaya seperti tawon, ular, buaya, dll.
Penyakit endemi yang ada di area sekitar proyek.
d) Bahaya Psikososial
Jadwal kerja (shift work).
Jam kerja.
Lokasi kerja yang terpencil.
Beban dan target kerja.
Hubungan antara pekerja dengan atasan, dan hubungan antara sesama pekerja.
e) Bahaya Ergonomi
Manual handling; pekerjaan manual untuk mengangkat, membawa, dan atau memindahkan barang.
Bekerja dengan posisi/postur yang janggal.
Fatigue/kelelahan; bisa karena pekerjaan fisik maupun kurangnya tidur.
Berdasarkan data statistik penyakit akibat kerja pada sektor konstruksi di Great Britain tahun 2020, terdapat 81.000 kasus penyakit akibat kerja dengan rincian seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini. Penyakit gangguan otot tulang rangka (gotrak) sebagai kasus terbanyak yaitu sebanyak 57%, kemudian stress, depresi atau kecemasan sebanyak 26% dan kategori lainnya 17%.
Gambar 1. Statistik Penyakit Akibat Kerja Di Sektor Konstruksi
Great Britain, 2020
Dijelaskan pula bahwa yang termasuk kategori ‘lainnya’ adalah antara lain:
Asma Akibat Kerja;
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Dermatitis Kontak: dan
Kanker Akibat Kerja.
Gambar 2. Statistik Kanker Akibat Kerja Di Sektor Konstruksi
Great Britain, 2020
MANAJEMEN KESEHATAN KERJA PADA KONSTRUKSI
Bahaya kesehatan kerja harus di kelola dengan baik agar perlindungan kesehatan pekerja dapat dipastikan dan penyakit akibat kerja dapat di cegah. Prinsip umum pencegahan yang harus dilakukan adalah:
a)hindari atau eliminasi risiko jika memungkinkan;
b)evaluasi risiko-risiko yang tidak bisa dihindari; dan
c)lakukan tindakan-tindakan pengendalian yang efektif.
Sedangkan strategi manajemen kesehatan kerja pada konstruksi harus diintegrasikan sebagai bagian dari Sistem Manajemen K3L Kontraktor. Sebagaimana diketahui, kegiatan konstruksi akan melibatkan banyak kontraktor, baik kontraktor utama maupun sub-kontraktor. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
Melakukan Kajian Risiko Kesehatan Kerja atau Health Risk Assessment (HRA) sehingga dapat diidentifikasi bahaya kesehatan kerja dan dampak kesehatannya, tingkat risikonya, serta tindakan pengendalian yang harus dilaksanakan. Informasi ini kemudian dapat digunakan sebagai referensi dalam pembuatan ruang lingkup kontrak dan mengevaluasi HSE Plan yang diusulkan oleh calon kontraktor
Mengintegrasikan informasi-informasi kunci dari hasil HRA dalam pengembangan ruang lingkup kontrak sehingga secara jelas dinformasikan hal-hal yang harus dipenuhi oleh kontraktor dalam manajemen kesehatan kerja selama kegiatan konstruksi berlangsung. Misalnya persyaratan personel dan kompetensinya, spesifikasi alat atau bahan, proses dan prosedur, dan spesifikasi alat pelindung diri.
Melakukan evaluasi HSE Plan dari calon kontraktor sebagai bagian dari proses pengadaan (lelang). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kontraktor mempunyai sistem manajemen HSE yang handal dan sesuai untuk ruang lingkup pekerjaan, termasuk identifikasi bahaya dan risiko kesehatan kerja dan cara pengendaliannya spesifik untuk kegiatan konstruksi yang akan dilakukan selama masa kontrak. HSE Plan, termasuk persyaratan interface, harus menjadi elemen kunci yang dipertimbangkan saat melakukan evaluasi dari tender.
Diharapkan tujuan HSE tercapai dengan baik dan proses manajemen risiko berjalan dengan efektif dan efisien.
Sumber:
· Health & Safety Executive (HSE-UK); Construction Statistics in Great Britain 2020; Published 4th November 2020.
· Health & Safety Executive (HSE-UK); Managing Health and Safety in Construction: Construction (Design & Management) Regulations 2015, L153; Published 2015.
· International Oil & Gas Producer (IOGP); HSE Management – Guidelines for Working Together in A Contract Environment; Report No. 423; June 2010.
Comments